Rabu, 20 Juni 2012

POSKOLONIALISME AGAMA


POSKOLONIALISME AGAMA
A. Poskolonialisme
Poskolonialisme merupakan bentuk penyadaran dan kritik atas kolonialisme. Poskolonialisme menggabungkan berbagai disiplin keilmuan mulai dari filsafat, cultural studies, politik, bahasa sastra, ilmu sosial, sosiologi, dan feminisme. Poskolonial bukan berarti setelah kemerdekaan, tetapi poskolonial dimulai ketika kontak pertama kali penjajah                dengan          masyarakat     pribumi.
B. Agama
Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Agama berasal dari bahasa Sanskrit, yang mempunyai arti: tidak pergi, tidak kocar-kacir, tetap di tempat dan diwarisi turun-temurun. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa agama itu ajarannya bersifat tetap dan diwariskan secara turun-temurun, mempunyai kitab suci dan berfungsi sebagai tuntunan hidup bagi penganutnya. 
ANALISIS KASUS
1. Dalam kajian Poskolonialisme
Teror bom JW Marriot juga merpakan suatu hal yag dilatar belakangi oleh adanya sebuah dominasi dan subordinasi dalam tatanan masyarakat, seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang memiliki islam terbesar dan memiliki banyak budaya dan agama, yang tentu dalam kehiduan bermasyarakatnya baik secara jelas atau tidak akan selalu ditemui sebuhah kecemburuan dan ketidak adilan karena ada ada kaum dominan dan marginal, kita bisa lihat dalam tatanan pemerintahan siapa yang menguasai dan selalu menang dalam setiap pemilu. Sealain itu indonesia juga masih terhitung tergantung pada barat, dan barat selalu mencoba memecah belah bangsa dengan modernisasinya dan mencoba memasukkan ideologi yang mereka miliki kedalam penyebaran modernisasinya. Yang tentu merupakan perang ideologi. Teror bom itu adalah salah satu bentuk nyata dari adanya doktrinan modernisasi yang dianggap tidak sesuai dengan filosofis Islam, dan memreka mencoba memurnikan islam dengan bom tersebut, yang sebenarnya salah. Ini adalah perang idologi yang nyata.
Selain itu juga Dalam kajian poskolonialisme, mereka bertujuan untuk membirokratisasi dan mengadministrasi Islam untuk kepentingan kolonialisasi, yaitu pada bagaimana menyiasati agama agar bisa dan mudah diatur sehingga tidak berkembang pada fanatisme. Atau secara gamblangnya, bagaimana Islam berkembang menjadi agama yang moderat (liberal) bukan agama yang radikal  dan berpikiran maju dalam menentang kekuasaan kolonial. Jelasnya, bagaimana menutup pintu pergerakan kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan hubungan sangat erat atau kelompok yang berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan yang kental. Untuk masa kini, bagaimana membendung kelompok-kelompok teroris. Yaitu, bagaimana mengembangkan Islam sebagai agama kerukunan yang loyal terhadap kekuasaan atau kepada birokrasi. Bagaimana Islam menjadi agama yang akomodatif terhadap grand designer.
Selain itu alasan mendasar lainnya adalah agar agama khususnya islam tidak dijadikan sebagai kritik sosial, sebagai etika, yang relevan dengan situasi masyarakat yang (saat itu) dijajah, atau bagaimana Islam merespons masalah ketimpangan dalam relasi antara penjajah dan yang dijajah. Jadi, Islam dalam paradigma dalam pandangan poskolonialisme adalah Islam birokratik, yang cocok untuk kepentingan penguasaan (dan mempertahankan) tanah jajahan.
Poskolonialisme ini mendeligitimasi segenap konstruk dan racikan kebudayaan Barat yang superior, bahwa di balik kedigdayaan ilmu pengetahuan dan supremasi peradaban Barat itu, ternyata Barat itu tolol. “Tolol”, adalah sebuah kata subversif, yaitu untuk membalikkan situasi, dari posisi Timur sebagai objek yang dianggap tidak tahu apa-apa dan bodoh, kini dengan mata melotot berteriak bahwa Barat sendirilah yang bodoh, picik, dan licik. Artinya, Timur yang awalnya dipandang, kini balik memandang. Dengan teori poskolonialismenya ini, Timur yang dulu diperlakukan sebagai objek, kini berbalik memperlakukan Barat sebagai objek. Timur menjadi subjek dan Barat menjadi objek. Dalam wacana kolonial, yang menjadi objek (sebagai pasien yang kena penyakit jiwa) adalah penduduk terjajah atau pribumi. Sedangkan dalam wacana poskolonialisme atau dekolonisasi ini, yang menjadi objek justru Barat atau penjajah itu sendiri.
Hal ini yang selalu ditanamkan poskolonialisme bahwa mereka akan terus mempertahankan sisa-sisa jajahan mereka dalam segala aspek, termasuk dalam aspek agama. Mereka mencoba untuk tetap menggembungkan tradisi kolonial itu di negara bekas jajahannya, agar negara tersebut menjadi berada dalam sindrom ketergantungan, dan akan menyebabkan sulit berkembang mandiri dalam jajaran pekembangan internasional.
2. Dari segi agama
Beberapa pandangan tentang terorisme:
  • penghampiran normatif-evaluatif yaitu menyalahkan, mencerca, menilai sebagai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan pelaku teror sebagai orang bodoh karena kurang wawasan.
  • penghampiran sosiologis yaitu disfungsionalisasi agama, pengatasnamaan agama untuk tujuan tertentu.  
  • melihat pelaku teror bom bunuh diri sebagai korban dari grand design sebuah narasi besar Amerika dan Yahudi.
Dalam pandangan ini terorisme sudah barang tentu yang menjadi tujuan utamanya adalah pertentangan antar umat beragama, mereka tahu indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam agama dan budaya, oleh sebab itu mereka mencoba memecah bhineka tunggal ika dengan problema internal, yang akan menjauhkan dari pergaulan dunia internasional, karena seperti yang kita tahu indonesia adalah negara yang memiliki mayoritas islam terbesar, sehingga perilaku terorisme akan menjadi senjata yang tepat dalam adu domba bangsa indonesia dan mencemarkan image indonesia di mata internasional yang akan beranggapan bahwa indonesia adalah gudang terorisme yang patut dihindari.
Terorisme sendiri adalah bentuk nyata dari adanya fanatisme, bagaimana fanatisme berperan dalam suatu kelompok, fanatisme merupakan bentuk solidaritas yang berlebihan dan terlalu mengagung-agungkan kelompoknya, dalam kajian agama ini, itu berarti mereka melakukan tindakan terorisme atas dasar jihad yang dalam makna sebenarnya terjadi penyimpangan makna jihad sendiri, sperti yang kita tahu dan telah dianalisis bahwa orang-orang yang menjadi pengantin bom bunuh diri tersebut bukanlah orang-orang yang tidak tahu agama, bahkan ereka adalah tokoh-tokoh agama yang tahu betul tentang agama.
Dalam suatu kajian konstruktivistis fenomena ini terjadi alasan mendasarnya karena doktrinan dari bangsa barat, bagaiman modernisasi berperan dalam hal ini, karena banyaknya masyarakat indonesia muslim yang mengimitasi tokoh atau budaya barat yang melanggar atau bertentangan dengan etika norma agama islam dan norma yang berlaku di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar