A. wacana
- gagasan yang disampaikan dalam bentuk karya tulis yang disusun secara sistematis dan logis
- wacana dikembangkan berdasarkan kerangka karangan sesuia dengan jenis karangan yang dikembangkan
* jenis-jenis wacana
1. wacana narasi
-wacana yang dikembangkan berdasarkan krologi kejadian atau peristiwa
a. narasi ekspositaris/faktual
contoh : biografi / sejarah
b. narasi imajinatif
contoh : novel / cerpen
beberapa unsur penting dalam narasi
1. kejadian / peristiwa
2. alur
3. latar
4. tokoh
5. konflik
2. deskripsi
- menggambarkan bentuk obyek secara terperinci
a. deskripsi imajinatif / impresionir
- menggambarkan bentuk obyek berdasarkan kesan / perasaan penulis.
contoh : hujan diluar terdengar cukup deras, genting-genting terasa berdetak diselingi hembusan angin, namun aku masih saja belum bisa tidur, badanku terasa sangat panas meskipun hujan masih turun
b. deskripsi faktual / ekspositoris
- menggambarkan bentuk obyek berdasarkan urutan logika.
contoh : lantai tiga kamar nomor dua tiga, tidak salah lagi, aku melihat nomor dua tiga, diatas pintu bercat merah, disebelahnya terdapat notbook berwarna hijau bertulisa " masuk saja, tidak dikunci, aku keluar sebentar ".
- tahapan menulis deskripsi
1. menentukan obyek pengamatan
2. menentukan tujuan
3. melakukan pengamatan
4. menyusun kerangka
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan
AEMOGA BERMANFAAT BAGI KALIAN SAMUANYA ..............................
Jumat, 22 Juni 2012
Rabu, 20 Juni 2012
POSKOLONIALISME AGAMA
POSKOLONIALISME AGAMA
A. Poskolonialisme
Poskolonialisme merupakan bentuk
penyadaran dan kritik atas kolonialisme. Poskolonialisme menggabungkan berbagai
disiplin keilmuan mulai dari filsafat, cultural studies, politik, bahasa
sastra, ilmu sosial, sosiologi, dan feminisme. Poskolonial bukan berarti
setelah kemerdekaan, tetapi poskolonial dimulai ketika kontak pertama kali
penjajah dengan masyarakat pribumi.
B. Agama
Agama adalah suatu ciri kehidupan
sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai
cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut
“agama” (religious). Agama berasal dari bahasa Sanskrit, yang mempunyai arti:
tidak pergi, tidak kocar-kacir, tetap di tempat dan diwarisi turun-temurun.
Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa agama itu ajarannya bersifat tetap
dan diwariskan secara turun-temurun, mempunyai kitab suci dan berfungsi sebagai
tuntunan hidup bagi penganutnya.
ANALISIS KASUS
1. Dalam kajian Poskolonialisme
Teror bom JW Marriot juga merpakan suatu hal yag dilatar
belakangi oleh adanya sebuah dominasi dan subordinasi dalam tatanan masyarakat,
seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang memiliki islam
terbesar dan memiliki banyak budaya dan agama, yang tentu dalam kehiduan
bermasyarakatnya baik secara jelas atau tidak akan selalu ditemui sebuhah
kecemburuan dan ketidak adilan karena ada ada kaum dominan dan marginal, kita
bisa lihat dalam tatanan pemerintahan siapa yang menguasai dan selalu menang
dalam setiap pemilu. Sealain itu indonesia juga masih terhitung tergantung pada
barat, dan barat selalu mencoba memecah belah bangsa dengan modernisasinya dan
mencoba memasukkan ideologi yang mereka miliki kedalam penyebaran
modernisasinya. Yang tentu merupakan perang ideologi. Teror bom itu adalah
salah satu bentuk nyata dari adanya doktrinan modernisasi yang dianggap tidak
sesuai dengan filosofis Islam, dan memreka mencoba memurnikan islam dengan bom
tersebut, yang sebenarnya salah. Ini adalah perang idologi yang nyata.
Selain
itu juga Dalam kajian poskolonialisme, mereka bertujuan untuk membirokratisasi
dan mengadministrasi Islam untuk kepentingan kolonialisasi, yaitu pada
bagaimana menyiasati agama agar bisa dan mudah diatur sehingga tidak berkembang
pada fanatisme. Atau secara gamblangnya, bagaimana Islam berkembang menjadi
agama yang moderat (liberal) bukan agama yang radikal dan berpikiran maju
dalam menentang kekuasaan kolonial. Jelasnya, bagaimana menutup pintu
pergerakan kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan hubungan sangat erat atau
kelompok yang berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan yang kental. Untuk masa
kini, bagaimana membendung kelompok-kelompok teroris. Yaitu, bagaimana
mengembangkan Islam sebagai agama kerukunan yang loyal terhadap kekuasaan atau
kepada birokrasi. Bagaimana Islam menjadi agama yang akomodatif terhadap grand
designer.
Selain
itu alasan mendasar lainnya adalah agar agama khususnya islam tidak dijadikan
sebagai kritik sosial, sebagai etika, yang relevan dengan situasi masyarakat
yang (saat itu) dijajah, atau bagaimana Islam merespons masalah ketimpangan
dalam relasi antara penjajah dan yang dijajah. Jadi, Islam dalam paradigma
dalam pandangan poskolonialisme adalah Islam birokratik, yang cocok untuk
kepentingan penguasaan (dan mempertahankan) tanah jajahan.
Poskolonialisme
ini mendeligitimasi segenap konstruk dan racikan kebudayaan Barat yang
superior, bahwa di balik kedigdayaan ilmu pengetahuan dan supremasi peradaban
Barat itu, ternyata Barat itu tolol. “Tolol”, adalah sebuah kata subversif,
yaitu untuk membalikkan situasi, dari posisi Timur sebagai objek yang dianggap
tidak tahu apa-apa dan bodoh, kini dengan mata melotot berteriak bahwa Barat
sendirilah yang bodoh, picik, dan licik. Artinya, Timur yang awalnya dipandang,
kini balik memandang. Dengan teori poskolonialismenya ini, Timur yang dulu
diperlakukan sebagai objek, kini berbalik memperlakukan Barat sebagai objek.
Timur menjadi subjek dan Barat menjadi objek. Dalam wacana kolonial, yang
menjadi objek (sebagai pasien yang kena penyakit jiwa) adalah penduduk terjajah
atau pribumi. Sedangkan dalam wacana poskolonialisme atau dekolonisasi ini,
yang menjadi objek justru Barat atau penjajah itu sendiri.
Hal
ini yang selalu ditanamkan poskolonialisme bahwa mereka akan terus
mempertahankan sisa-sisa jajahan mereka dalam segala aspek, termasuk dalam
aspek agama. Mereka mencoba untuk tetap menggembungkan tradisi kolonial itu di
negara bekas jajahannya, agar negara tersebut menjadi berada dalam sindrom
ketergantungan, dan akan menyebabkan sulit berkembang mandiri dalam jajaran
pekembangan internasional.
2. Dari segi agama
Beberapa
pandangan tentang terorisme:
- penghampiran normatif-evaluatif yaitu menyalahkan, mencerca, menilai sebagai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan pelaku teror sebagai orang bodoh karena kurang wawasan.
- penghampiran sosiologis yaitu disfungsionalisasi agama, pengatasnamaan agama untuk tujuan tertentu.
- melihat pelaku teror bom bunuh diri sebagai korban dari grand design sebuah narasi besar Amerika dan Yahudi.
Dalam pandangan ini terorisme sudah
barang tentu yang menjadi tujuan utamanya adalah pertentangan antar umat
beragama, mereka tahu indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam agama dan
budaya, oleh sebab itu mereka mencoba memecah bhineka tunggal ika dengan
problema internal, yang akan menjauhkan dari pergaulan dunia internasional,
karena seperti yang kita tahu indonesia adalah negara yang memiliki mayoritas
islam terbesar, sehingga perilaku terorisme akan menjadi senjata yang tepat
dalam adu domba bangsa indonesia dan mencemarkan image indonesia di mata
internasional yang akan beranggapan bahwa indonesia adalah gudang terorisme
yang patut dihindari.
Terorisme
sendiri adalah bentuk nyata dari adanya fanatisme, bagaimana fanatisme berperan
dalam suatu kelompok, fanatisme merupakan bentuk solidaritas yang berlebihan
dan terlalu mengagung-agungkan kelompoknya, dalam kajian agama ini, itu berarti
mereka melakukan tindakan terorisme atas dasar jihad yang dalam makna
sebenarnya terjadi penyimpangan makna jihad sendiri, sperti yang kita tahu dan
telah dianalisis bahwa orang-orang yang menjadi pengantin bom bunuh diri
tersebut bukanlah orang-orang yang tidak tahu agama, bahkan ereka adalah
tokoh-tokoh agama yang tahu betul tentang agama.
Dalam
suatu kajian konstruktivistis fenomena ini terjadi alasan mendasarnya karena
doktrinan dari bangsa barat, bagaiman modernisasi berperan dalam hal ini,
karena banyaknya masyarakat indonesia muslim yang mengimitasi tokoh atau budaya
barat yang melanggar atau bertentangan dengan etika norma agama islam dan norma
yang berlaku di Indonesia.
Minggu, 03 Juni 2012
PERBEDAAN ALGORITMA ITERATIF DAN REKURSIF
PERBEDAAN ALGORITMA ITERATIF DAN REKURSIF
A. ITERATIF
1.Pengertian iteratif
Perulangan iteratif merupakan perulangan yang melakukan proses perulangan terhadap sekelompok instruksi di mana perulangan tersebut akan berhenti jika batasan syarat sudah tidak terpenuhi.
Perulangan iteratif merupakan perulangan yang melakukan proses perulangan terhadap sekelompok instruksi di mana perulangan tersebut akan berhenti jika batasan syarat sudah tidak terpenuhi.
Kelebihan Perulangan Iteratif
§ Mudah
dipahami dan mudah melakukan debugging ketika ada perulangan yang salah.
§ Dapat
melakukan nested loop atau yang disebut dengan looping bersarang.
§ Proses
lebih singkat karena perulangan terjadi pada kondisi yang telah disesuaikan.
§ Jarang
terjadi overflow karena batasan dan syarat perulangan yang jelas.
Kelemahan Perulangan Iteratif:
Kelemahan Perulangan Iteratif:
§ Tidak
dapat menggunakan batasan berupa fungsi
§ Perulangan
dengan batasan yang luas akan menyulitkan dalam pembuatan program perulangan
itu sendiri.
program
1
Bentuk
fungsi iteratif :
#include
<cstdlib>
#include
<iostream>
using
namespace std;
int
jumlah(int n) {
int
hasil = 0;
for
(int i=0; i<n; i=i+2)
hasil
= hasil + i;
return
hasil;
}
void
cetak(int n) {
for
(int i=0; i<n; i=i+2)
cout
<< i << ” “;
}
int
main(int argc, char *argv[])
{
int
n = 10;
cout
<< jumlah(n);
cetak(n);
system(“PAUSE”);
return
EXIT_SUCCESS;
}
B.REKURSIF
1.Pengertian Rekursif
Rekursif
dapat diartikan bahwa suatu proses yang bisa memanggil dirinya sendiri.
sedikit menyimpang dari pengertian ada sedikit pendapat tentang Rekursif salah
satunya adalah Menurut definisi dalam Microsoft Bookshelf, Rekursif
adalah kemampuan suatu rutin untuk memanggil dirinya sendiri. Dalam Rekursif
sebenarnya terkandung pengertian prosedur dan fungsi. Perbedaannya adalah bahwa
rekursif bisa memanggil ke dirinya sendiri, tetapi prosedur dan fungsi harus
dipanggil lewat pemanggil prosedur dan fungsi. Rekursif merupakan teknik
pemrograman yang penting dan beberapa bahasa pemrograman mendukung keberadaan
proses rekursif ini. Dalam prosedur dan fungsi, pemanggilan ke dirinya sendiri
bisa berarti proses berulang yang tidak bisa diketahui kapan akan berakhir.
Perulangan
rekursif merupakan salah satu metode didalam
pemrograman yang mana dalam sebuah fungsi terdapat intruksi yang memanggil
fungsi itu sendri, atau lebih sering disebut memanggil dirinya sendiri.
Kelebihan
Perulangan Rekursif
1. Sangat mudah untuk melakukan
perulangan dengan batasan yang luas dalam artian melakukan perulangan dalam
skala yang besar
2. Dapat melakukan perulangan dengan
batasan fungsi
Kekurangan Perulangan
Rekursif:
1.
Tidak bisa melakukan nested loop atau looping bersarang.
2.
Biasanya membuat fungsi
sulit untuk dipahami, hanya cocok untuk persoalan tertentu saja.
3.
Trace error sulit.
4.
Memerlukan stack yang lebih besar, sebab setiap kali fungsi
dipanggil, variabel lokal dan parameter formal akan ditempatkan ke stack dan
ada kalanya akan menyebabkan stack tak cukup lagi (Stack Overrun).
5.
Proses agak berbelit-belit
karena terdapat pemangilan fungsi yang berulang-ulang dan pemanggilan data yang
ditumpuk.
jika
pada program 1, diubah kedalam bentuk rekursif :
Dalam
bentuk rekursif :
#include
<cstdlib> return
EXIT_SUCCESS;
#include <iostream> }
using
namespace std;
int
jumlah(int n) {
if(n==0)
return (0);
else
return (n-2 + jumlah(n-2));
}
void
cetak(int n) {
if(n!=0){
cetak(n-2);
cout
<< n-2 << ” “;
}
}
int
main(int argc, char *argv[])
{
int
n = 10;
cout
<< jumlah(n);
cetak(n);
system(“PAUSE”);
Langganan:
Postingan (Atom)